Omed-omedan, Tradisi Ciuman Massal

Posted: March 6, 2011 in tale from the others

Sehari pasca-Nyepi, ada sebuah tradisi unik yang selalu digelar pemuda-pemudi Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar, yakni omed-omedan atau ciuman massal antara pemuda dan pemudi desa sebagai wujud kebahagiaan di hari ngembak geni. Peserta omed-omedan adalah sekaa teruna-teruni atau pemuda-pemudi mulai dari umur 17 tahun hingga 30 tahun atau yang sudah menginjak dewasa tetapi belum menikah.

Ciuman di depan umum masih merupakan hal yang tabu bagi sebagian masyarakat bangsa ini. Tidak terkecuali gadis Bali yang mengikuti tradisi omed omedan. Sebagian gadis itu malu-malu saat harus berciuman. Namun lainnya santai saja.

Pernah pada 1970-an ditiadakan, tiba-tiba di pelataran Pura terjadi perkelahian dua ekor babi. Mereka terluka dan berdarah-darah, lalu menghilang begitu saja.

Setelah sembahyang, peserta omed omedan yang perempuan dikumpulkan di sebelah selatan Jalan Banjar Kaja. Sementara yang laki-laki di sebelah utara. Setelah berkumpul di kelompoknya masing-masing, para peserta memilih satu orang perwakilannya yang akan maju untuk berciuman. Peserta yang terpilih kemudian dipegangi ramai-ramai oleh kelompoknya masing-masing. Bila kebetulan yang jadi perwakilan adalah pasangan pacar atau sudah kenal, mereka langsung didorong ke depan untuk mulai berciuman. Namun bila belum kenal, kandidat ciuman diangkat ke udara untuk melihat lawan yang akan diciumnya. Kalau sudah siap, peserta mengajukan jempolnya baru kemudian didorong ramai-ramai ke depan untuk berciuman. Setelah diguyur air ganti satu pasangan lainnya dan bergantian terus sampai peserta habis.

Meski bersedia ikut omed omedan, tak berarti perempuan Banjar itu bisa dengan santai melakukan ciuman di depan umum. Banyak perempuan yang malu malu dan menolak dicium saat tiba gilirannya maju ke depan. Peserta perempuan yang ogah dicium itu akan menutup mukanya sampai lari-lari menjauhi si cowok yang akan menciumnya. Kalau yang terjadi hal demikian para orang tua yang bertugas mengakhiri ciuman dengan guyuran air terpaksa turun tangan. Peserta yang menolak dipegang erat-erat dan mukanya disodorkan lawan jenisnya untuk dicium. Mendapat paksaan itu, sejumlah peserta biasanya berteriak-teriak dan ada juga yang meringis menahan tangis.

Namun setelah guyuran air sebagai tanda ciuman selesai mereka pun sudah melupakan peristiwa itu. Seperti tak ada kejengkela ataupun dendam, mereka bergabung lagi mendorong teman-temannya yang akan mendapat giliran melakukan aksi cium.

Sumber : kompas, wordpress, photo.

Comments
  1. click here says:

    i want to get one

  2. our site says:

    japan is in a crisis right now

Leave a comment